Matahari muncul dengan malu-malu

Hari ini bangun pagi dengan segar, matahari belum muncul ke permukaan, jalanan masih sepi, hanya ada ibu-ibu paruh baya berjalan dengan cucu kesayangannya, membeli sarapan atau sekedar menghirup udara pagi yang masih lumayan segar belum terlalu banyak tercampur oleh asap knalpot, tetapi yang pasti sudah tercampur oleh pembuangan asap pabrik yang beroperasi semalam.

Mandi di pagi hari adalah pilihan yang paling tepat selain buang air besar dengan lancar, melihat air, badan ini harus menunggu beberapa menit agar tidak terlalu menyentuh tubuh, tidak terlalu dingin sepertinya, mencoba menyentuh, dan benar saja, hal yang pertama adalah kaki, sebab fatal jika bagian kepala dulu, tidak bisa mengurung kan niat, jika sudah terlanjur basah.

Photo by Elias Tigiser from Pexels

Selepas mandi, matahari belum saja muncul, pagi yang indah, tidak ada salahnya menyeduh kopi sachet yang masih tersedia di dapur, panas kan air dalam panci, menunggu beberapa saat, setelah itu duduk di teras rumah, sialnya rokok sudah habis, terpaksa harus membeli di warung seberang, sudah lengkap pagi ini.

Baru teringat mempunyai janji untuk menemui teman yang baru saja pulang dari sesuatu daerah yang jauh dari peredaran peta, melihat jam, “sialan sudah pukul sebelas siang”.

Rupanya bangun pagi buta adalah hal yang meragukan, kini lapig baru menyadari bahwa dia terbangun jam sepuluh pagi, alih-alih lapig mengharapkan bangun jam enam pagi ternyata terpeleset beberapa jam dari bayangan.

Mendapat kabar bahwa teman yang baru saja dibicarakan oleh lapig tersesat hingga ke kota sebelah, memang sialan, lapig baru menyadari sudah ada sepuluh panggilan tak terjawab dan spam pesan yang berisikan kata umpatan “bangun goblok, ini saya harus terus di daerah mana?”.

Lapig membalas pesan temannya ketika kopi yang dia seduh sudah habis, toh lapig berpikir tidak akan ada orang yang mau menculik atau merampok temannya sebab penampilannya kelewat dari gambaran preman yang ditampilkan di televisi.