Menyambut Kesendirian

Sudah dibilang setiap manusia yang hidup pasti akan meninggalkan dengan cara apapaun, kematian bisa datang kapan saja, tanpa kabar tanpa tanda-tanda.

Hidup ini sia-sia atau senda gurau belaka, tidak perlu menangis, ketika kehilangan sesuatu yang kita cintai, karena kehilangan nyata adanya.

Hari ini sama seperti biasanya, tidak ada salju di daerah yang selalu panas di siang hari maupun malam, seakan pendingin ruangan menjadi benda wajib bagi penghuni tempat ini.

Tidak banyak perubahan dari waktu ke waktu, jalanan masih sepi, beberapa truk besar bolak balik membawa barang hasil bumi.

Lalu apa yang berbeda, mungkin hanya perasaan yang selalu manampilkan warnanya, tidak ada yang selalu senang, atau sebaliknya, naik turun.

Bahkan jika patung di simpang jalan mempunyai perasaan akan merasa sedih melihat dirinya hidup dengan kesia-sian hanya berdiam diri, tidak ada yang peduli orang disekitarnya, melihat lalu melupakan.

Keramain, simpang siur jalanan, kerumunan yang tak teratur, semua akan bermuara pada kesendirian nya masing-masing, tidak ada yang benar-benar ramai selain berjejernya kuburan yang tertata rapi.

Ketika semuanya sudah tidak ada, mari merayakan kesedian, bisa dengan apa saja mendengar musik dengan mata terpejam, atau melihat kenangan lama yang terekam di kepala atau dalam bentuk lainnya.

Kesedihan hanya perasaan, rasa masih bisa diubah oleh diri kita sendiri, tidak ada satu orang pun yang bisa mengendalikannya, selain diri sendiri, sebab kita yang merasa.

Bersedih sepuasnya, merasa senang sepuasnya, jangan ditahan lalu menumpuk di dalam dada, kelak akan menjadi bom waktu yang bisa meledak ketika waktunya sudah habis.

Selagi di tempat kemarau belum turun salju selama satu minggu, rasakan apa yang dirasakan, merayakan kesendirian.

Semua makhluk hidup lahir sendirian dan mati pun sendirian.